PNF Bagian 2

By: Herdin/ Mahasiswa Fisioterapi S1 Profesi FK Unhas

PNF berlatar belakang atas konsep , sbb : Bahwa kehidupan ini (dalam arti terbatas) adalah sederetan aksi atas sederetan rangsang rangsang yang diterimanya. Kita (manusia) dengan cara demikian ini akan dapat mencapai bermacam-macam kemampuan motorik. Bila ada gangguan mekanisme neuromuscular tsb. Berarti seseorang tidak dalam kondisi untuk siap bereaksi terhadap rangsangan2 yang datang sehingga dia tidak mampu/berhasil untuk bereaksi kearah yang tepat seperti dikehendaki. Methode PNF berusaha/mencoba memberikan rangsangan2 yang sesuai dengan reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai kemampuan atau gerakan yang terkoordinasi. Lewat rangsangan2 tadi kita berusaha untuk mengaktifkan lagi (membangunkan) mekanisme yang latent dan cadangannya dengan tujuan utama untuk meningkatkan kemampuan fungsionil. Methode PNF dengan demikian bukan hanya sekedar tehnik latihan akan tetapi lebih lanjut sebagai sebuah konsep pengobatan/tindakan yang filosofis yaitu (primair) :
Menangani pasien secara total yang berdasarkan prinsip-prinsip :
• Ilmu proses Tumbuhkembang.
• Neurofisiologis.
• Ilmu Gerak.

1.Ilmu Proses Tumbuh Kembang.
Perkembangan motoris berkembang dari cranial ke caudal dan dari proximal dan kedistal. Gerakan terkoordinasi (dewasa) berlangsung dari distal keproximal. Gerakan selalu didahului dengan kontrol sikap (stabilisasi),dimana stabilitas akan menentukan kwalitas dari gerakan. Reflex2 mendominir fungsi motorik primer sedang fungsi motorik dewasa dipengaruhi oleh reflex2 sikap. Perkembangan motorik bisa distimulasi oleh al: Stress dan inzet (dengan tahanan), rangsangan2 terhadap sensoris, auditif, visuel.

Menurut Pavlov, stimulasi yang berulang-ulang terhadap reflex2 akan menambah patron2 gerakan atau dengan kata lain reflex2 primitif membuka jalan kearah sikap dan gerakan2 yang terkoordinasi. Evolusi perkembangan motoris adalah dari pola gerakan massal kearah gerakan individuel. Perkembangan motoris berjalan sesuai dengan proses kedewasaan (maturatie process); mulai dengan rolling, merayap, merangkak, duduk, berdiri, berjalan, naik trap, lari, lompat, jinjit dan melompat. Methode PNF selalu memperhatikan dan memperhitungkan proses tersebut. Pendekatan PNF mengacu ke reflex2/sikap primitif.

2.Prinsip Neurofisiologis.
• Overflow principe; motor impuls dapat diperkuat oleh motoris impuls yang lain dari

   group otot yang lebih kuat yang dalam waktu bersamaan berkontraksi, dimana 

  otot2 tersebut kira2 mempunyai fungsi yang sama (otot2 synergis). Overflow

 principe ini menimbulkan apa yang disebut irradiatie atau summatie. Rangsang 

 syaraf motoris mempunyai nilai ambang tertentu (semuanya atau tidak sama sekali).
• Inervasi reciprocal : Aktifitas reflex / kontraksi otot agonist akan membuat relax  

 otot antagonisnya.
• Inductie succesieve ( sherington ) : Agonis akan terfasilitasi ketika antagonisnya

  berkontraksi atau agonis akan lebih mudah berkontraksi apabila sebelumnya

 dilakukan kontraksi pada antagonisnya.

3. Prinsip Ilmu Gerak.
 Latihan isometrik ditujukan untuk memperbaiki sikap sedang latihan isotonis

     ditujukan untuk memperbaiki gerakan.
 Gerakan tunggal murni terisolasi tidak ada dalam kehidupan ini. Otak kita tidak

     mengenal aktifitas otot secara individual, yang dikenal oleh otak hanyalah gerakan

     gerakan dan setiap gerakan terjadi dalam arah tiga dimensi, seperti kita lihat otot

     juga berbentuk spiral dan juga arah perlekatannya. Gerakan akan sangat kuat

     bertenaga bila terjadi bersama dengan gerakan total yang lain, misalnya : flexi

    anggota atas akan memperkuat extensi tubuh bagian atas (Th), flexi anggota bawah

    (Hip) akan memperkuat flexi lumbal.
 Dengan dasar dasar tersebut methode PNF menyusun latihan latihan dalam patron

     patron gerakan yang selalu melibatkan lebih dari satu sendi dan mempunyai 3

     komponen gerakan.
 Latihan gerakan akan lebih cepat berhasil apabila pasien secara full/penuh mampu

     melakukan satu gerakan daripada bila ia hanya mampu melakukan sebagian saja.

     Hindarkan faktor2 yang menghambat latihan, mis. Latihan seharusnya tanpa

     menimbulkan rasa sakit. Pengulangan pengulangan yang banyak dan variasi variasi

    patron serta sikap posisi awal akan memberikan hasil yang lebih baik. Aktifitas yang

    lama adalah penting untuk meningkatkan kekuatan, kondisi, koordinasi dari system

   neuromuscular (ulanglah sebanyak mungkin).

Selintas filosofi PNF :
Manusia adalah sebagai satu kesatuan yang utuh, bukan hanya satu tungkai atau satu lengan saja. Seorang pasien yang tidak bisa mengangkat lengannya adalah kurang penting bila dibandingkan dengan pasien yang tidak bisa rotasi tubuh/badannya.
Penanganan secara total berdasarkan prinsip2 neurofisiologis : Mulailah dengan gerakan gerakan primitif. Misalnya: Berguling—total flexi extensi (gerakan masal).Tidak dimulai dengan patron untuk lengan/tungkai. Tengkurep adalah sikap yang tersederhana.
 Cadangan cadangan mesti diaktifkan.
 Positif instelling baik terapis maupun pasien.
 Irradiatie/overflow.
 Intensif training programa

    (individuel,group,zelftraining,matrass,pulley,halters,paralel bars,dlsb).
 Fungsional training.
 Ulangan yang sering.
 Variasi patron dan posisi awal.
 Tanpa rasa sakit.
 Rangsangan specific diterapkan untuk mencapai reaksi yang specific dari system neuromuscular dengan cara meningkatkan jumlah dan kwalitet stimulus yang diberikan. Membuat receptor kurang peka atau lebih peka terhadap rangsang (fasilitasi atau inhibisi).
 Rangsangan rangsangan yang disesuaikan untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien : Pasien bereaksi dengan kemampuan maximal, pasien disadarkan tentang apa yang mampu dan tidak mampu dilakukan serta apa yang masih sulit dilakukan

Normal Timing (euchronisme van Schrep).
A.Definisi : Urutan dari kontraksi otot yang menimbulkan suatu gerakan yang terkoordinasi dengan baik sehingga gerakan terarah bisa dengan baik dilakukan.
B.Perkembangan :
Proximal kontrol akan berkembang terlebih dahulu sebelum distal kontrol.Pada orang dewasa gerakan dimulai dari distal keproximal.
C.Penanganan :
Normal timing dapat menjadi tujuan dari penanganan/latihan. Koreksi masalah masalah dibagian proximal.
Tehnik : Terapis diharapkan untuk selalu menyesuaikan semua stimulus yang diterapkan pada waktu yang tepat. Misalnya : Strecth, Komando, Resistance, dst.
Pada proses tumbuh kembang yang normal maka kontrol proximal lebih awal daripada kontrol distal, sebaliknya pada orang dewasa perkembangan gerakan terkoordinasi timbul dari distal keproximal, misalnya : Rolling bayi dimulai dari gerakan masal badan. Rolling dewasa dimulai dari gerakan anggota tubuh (tungkai/lengan ).
Bagian distal dari anggota badan adalah bagian yang paling banyak menerima rangsangan motoris.
Gerakan terarah dimulai dengan rotasi kemudian berlangsung dari distal kearah proximal.

Timing For Emphasis.
Berdasarkan axioma Bevor bahwa otak kita tidak mengenal aksi otot secara individuel, tetapi hanya mengenal gerakan. Timing for emphasis diberikan dengan menerapkan optimal resistance pada group otot yang kuat sehingga menimbulkan irradiatie atau overflow kepada group otot yang lemah. Bila bagian distal lebih lemah dari bagian proximal maka gerakan terhambat sampai bagian distal mulai bergerak. Bila bagian distal lebih kuat maka bila bagian distal bergerak dengan penuh maka bagian proximalpun mulai bergerak.
Pada timing for emphasis maka optimal resistance diberikan dalam fasilitasi patron dengan memperhitungkan normal timing sehingga overflow dapat mengalir dari group otot kuat ke group otot lemah.

IV.Pemeriksaan dan rencana Terapi.
Methode PNF tidak mengenal analisa yang specific hanya terhadap mobiliteit, kekuatan otot sensibilitas, dst. Tetapi arah pemeriksaan mengacu kebeberapa point yang sesuai dengan filosofi PNF :
 Pemeriksaan/observasi terhadap anggota tubuh dan group otot, fungsinya sebagai satu kesatuan.
 Fungsional analisis dengan perhatian,baik kepada komponen komponen motoris yang kuat maupun yang lemah.
Secara skematis pemeriksaan dan rencana terapi disusun dalam 4 tahapan yang terus berulang sebagai suatu lingkaran :
 Evaluasi thd pasien.
 Analysa data.
 Pengembangan/peningkatan rencana terapi.
 Terapi……dst.

1. Evaluasi Pasien.
a.Evaluasi umum: Pasien secara umum dievaluasi/observasi, bagaimana dia masuk ruangan, bagaimana dia berjalan, bagaimana dia bergerak, bagaimana ADL nya (duduk, cara melepas pakaiannya, dst). Pada observasi pertama ini akan didapatkan kesan mengenai fungsional pasien secara umum, apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dia lakukan. Kemudian biarkan pasien melakukan beberapa fungsi motoris misalnya; rolling, duduk, jalan, dst.
b.Evaluasi khusus : Disini kita kenal Quadrant Analyse yaitu analisa terhadap elemen2 motoris baik yang kuat maupun yang lemah ditiap tiap quadrant. Bagaimana gerakannya, juga dilihat hubunganya dengan tubuh, dengan anggota tubuh lain dilain quadrant. Perhatikan semua aspek fungsi motoris misalnya; reciprocal, diferensiasi, koordinasi, kekuatan, tonus, panjang otot, gerakan pelvis, statik, integrasi anggota atas dan bawah, stabiliteit. Mulailah dari proximal kedistal : Kepala— tubuh—anggota atas kemudian baru anggota bawah.

2.Analisa data yang didapat : Selain kita harus memperluas jangkauan permasalahan, kita juga harus menyusun/menetapkan sasaran yang hendak kita capai.
a.Permasalahan :
 Apakah aktifitas motoris sesuai dengan proses tumbuh kembang dan umur pasien.
 Apakah keterbatasan yang ada disebabkan oleh ketidakmampuan pasien bereaksi terhadap stimulus – stimulus ? Bagaimana respons terhadap stimulus visuel? Pendengaran ? Tactiel ?
 Apakah flexi lebih dominan daripada Extensi ? Sebaliknya ?
 Apakah patron diagonal yang satu lebih kuat dari yang lain ?
 Apakah agonis lebih lemah/kuat daripada antagonis ?
 Apakah penyebabnya adalah kelemahan otot ? Inkoordinasi ?
 Apakah penyebabnya spasme? Nyeri? Keterbatasan/kekakuan? Ataukah kombinasi dari hal hal tersebut diatas?
 Apakah kelainan2 ada dibagian proximal atau distal ?
 Apakah timing koordinasi gerakan (urutannya) baik? Yaitu dari distal keproximal?
 Perhatikan kecepatan gerakan (irama)!
 Bila mungkin lakukanlah kontraksi otot secara concentrisch, isometrisch, exentrisch, apakah cocontractie memungkinkan untuk mempertahankan sikap ?

Dari semua data data tersebut kita dapat menyusun :
 Terapi latihan yang potensial (scala prioritas).
 Kebutuhan pasien secara langsung.
 Tujuan terapi.
b. Tujuan :
 Jangka pendek : Ini adalah tujuan terapi pada setiap tindakan, perhari atau perminggu, misalnya; hari ini rolling dengan tungkai.
 Jangka panjang : Untuk menentukan tujuan jangka panjang yang tepat adalah sedikit sulit, tetapi sebagai terapist kita harus bisa menyusun tujuan jangka panjang, walaupun setiap saat tujuan tersebut bisa ditinjau kembali, apakah sudah dijalani yang benar ?

Rencana terapi: Tergantung pada tujuan (jangka pendek/panjang) Fisioterapist akan membuat beberapa pilihan untuk pelaksanaan terapi yang berkaitan dengan :
 Posisi : Tidur, matras, gait training?
 Patron: Tergantung masalah yang dihadapi/tujuan!
 Tehnik : tergantung masalah yang dihadapi/tujuan !
 Stimulus : Dengan es atau variasi lain.
 Intensitas dan dosis.
 Aktif recuperasi mis.pernapasan.
Ini semua akan mengharuskan kita selalu melihat permasalahan yang ada. Apakah rencana terapi masih cocok dan bisa diteruskan atau sudah saatnya disesuaikan?

4.Terapi.
Urutan penanganan/tindakan selalu mengikuti hal2 sbb.:
 Mulailah dengan bagian/quadrant dimana pasien masih mampu/bisa melakukan dengan baik.Seringkali malah jauh diluar masalahnya (dilain quadrant), tetapi cukup banyak methode/tehnik sehingga anggota tubuh/bagian yang bermasalah bisa dipengaruhi.
 Usahakan agar pasien selalu berhasil dalam melaksanakan apa yang kita minta (pendekatan positif).
 Lakukan aktifitas dimatras dan fungsional lebih banyak.
 Variasi yang cukup untuk posisi awal dan stimulus stimulus serta cukup pula ulangannya.
 Mulailah dicentral / proximal = kepala,tubuh.
 Perhatikan apakah stabiliteit dan koordinasi cukup baik?
Pengembangan dan penyesuaian rencana terapi : Evaluasi terhadap respons pasien selama terapi/latihan harus terus dilakukan untuk penyesuaian dan koreksi rencana terapinya.

I.Basis prinsip.
1. Optimal weerstand.
2. Manueel contact.
3. Verbale stimulasi.
4. Visueele feed-back.
5. Body position and body mechanics.
6. Tractie en aproximatie.
7. Irradiatie
8. Reiforcement.
9. Patronen.

II.Tehnik.
1. Rhythmic initiation.
2. Reapeated contractions.
3. Stretch-reflex.
4. Combination of isotonics.
5. Timing for emphasis.
6. Hold and relax.
7. Contract relax.
8. Slow reversal.
9. Stabilisatie.
10. Stabilizing reversal.
11. Ritmische stabilisatie.

Uraian Basis Prinsip.
1.Optiomal weerstand/tahanan optimal.
Gellhorm melakukan satu penelitian dengan seekor monyet dan penelitian tsb menunjukan bahwa :
 Bila satu titik di motorisch cortex distimulasi, maka reaksi kontraksi akan lebih kuat bila persendian di fixasi daripada bila persendiannya dibiarkan bebas.
 Suatu rangsangan dibawah nilai ambang batas diberikan dicortex maka tidak ada reaksi kontraksi bila persendiannya bebas bergerak, sementara dengan nilai stimulus yang sama tetapi otot diberikan stretch dan resistance maka akan terjadi reaksi kontraksi diotot tsb. Hal tersebut menunjuk pada efek fasilitasi dari resistence dan teori semuanya atau tidak samasekali pada proses kontraksi otot.
Maximal resistance adalah dengan pengertian bahwa resistance tersebut masih bisa ditahan oleh pasien dengan :
 Masih bisa mengambil sikap dengan isometris kontraksi dalam tiga arah/dimensi.
 Masih bisa bergerak dengan halus terkoordinasi dengan isotonis kontraksi tanpa hambatan dalam arah diagonal.
Dengan demikian resistance yang diberikan sangat berkaitan dan bergantung dengan keadaan pasien. Maka istilah yang dipakai selanjutnya adalah optimal resistance daripada maximal resistance. Dalam setiap melaksanakan gerakan yang kita minta pasien diharapkan dapat melakukan dengan terkoordinasi dengan halus/lancar.
Dalam memberikan resistance terapist berdiri di “groove” dan memberikannya dengan tenaga dari tubuhnya. Lumbrical grip memudahkan kita dalam memberikan tahanan dalam arah rotasi. Besar, kecil, kuat, lemahnya tahanan sangat bervariasi. Tahanan segera diberikan setelah penguluran dan diatur sekecil mungkin/relative kecil. Tahanan semakin ditambah sampai pada posisi ditengah ROM kemudian semakin menurun sampai pada batas akhir gerakan (Full ROM). Walaupun semakin berkurang tahanan harus terus dirasakan oleh pasien sampai akhir gerakan.

2.Manueel Contact : Mengacu pada sensoris dan proprioceptive daripada kulit. Manuel contact dimaksudkan sebagai stimulasi terhadap kulit serta terhadap proprioceptoren. Stimulasi ini harus bisa dirasakan, disadari oleh pasien sampai seberapa kuat dia diminta bergerak, dengan demikian sangat perlu untuk diatur seberapa kuat dan dalam hand grip terapis. Disamping itu arah pegangan tadi juga harus bisa dirasakan oleh pasien sebagai bimbingan kemana dia harus bergerak. Manuel contact dilakukan sedapat mungkin selalu dengan kedua tangan terapis, sehingga dengan mudah dan lancar bisa kita berikan penguluran, penekanan, traksi serta tahanan. Hand grip yang mencakup itu semua dikenal dengan istilah lumbrical greep, dengan cara ini kita juga bisa menambah fascilitasi dengan gerak atau arah rotasi, terutama pada distal tangan. Selanjutnya kontak dengan kulit pasien tidak boleh menimbulkan rasa sakit.

3. Verbale Stimulasi : Stimulasi auditive memfascilitasi motorik. Disini verbal stimulasi harus memakai tone yang lembut pada usaha relaxasi dan relief pain, untuk tujuan meningkatkan kegiatan dan kekuatan tone lebih tegas dan kuat. Komando/aba-aba harus tegas, singkat, jelas, sering diulang sehingga konsentrasi pasien bisa penuh terhadap terapi.Timing harus tepat, ini penting sebab bila komando sampai terlambat atau terlalu cepat diberikan akan jadi kacau, hilang konsentrasi,dst.

4. Visuele feed-back : Dengan bantuan penglihatannya pasien bisa mengikuti arah gerakan, mengontrolnya dan megoreksinya bila terdapat kesalahan. Kontak mata antara pasien dan terapis juga sangat penting. Untuk melihat expresi pasien.

5. Body position & body mechanics : Terapis seyogyanya berdiri di groove, yaitu daerah dimana dengan mudah kita bisa memegang/kontak dengan anggota tubuh pasien dan kontak mata masih dimungkinkan. Terapis bisa melakukan manuel kontak dan melakukan gerakan tanpa hambatan, lancar. Selain itu juga harus diperhatikan posisi tubuh terapis dalam melakukan terapi, jangan sampai terjadi cedera yang tidak perlu terjadi karena posisi tubuh yang salah. Dalam memberikan tahanan selalu diusahakan dengan tenaga dari tubuh jangan dari tangan/lengan. Lakukan dengan lengan lurus, gunakan tenaga tubuh dan tungkai, tetaplah di groove. Pasien tiduran atau duduk dengan nyaman, dibed terapi dia pas ditepinya.

6. Tractie & approximatie : Traksi adalah usaha untuk memanjangkan satu segmen dari satu anggota tubuh. Sehingga stimulasi terjadi lewat receptor dipersendiannya. Usaha ini akan memperkuat kontraksi isotonis. Selama berlangsung gerakan traksi diusahakan selalu diberikan. Approximatie adalah tekanan/kompresi yang diberikan kepada satu segmen dari satu anggota tubuh. Approximatie memperkuat stabilisasi dan menstimulasi respons otot, dengan reaksi isometris kontraksi. Ada dua macam tehnik approximatie yaitu: Quick Approximation & Maintained Approximation.

7. Irradiatie : Irradiatie atau overflow adalah pelimpahan luapan dari impuls syaraf, akan meningkatkan respons. Respons dapat dalam bentuk excitatie maupun inhibitie. Peningkatan respons tergantung seberapa banyak stimulasi yang diterima. PNF memanfaatkan prinsip ini. Selalu berusaha menstimulasi sebanyak mungkin motor unit untuk lebih aktif. Selalu berusaha mencari mana impuls motorik dari otot yang lemah untuk diperkuat dengan memanfaatkan impuls motorik dari otot yang lebih kuat, secara bersama berkontraksi dan mempunyai fungsi yang mirip. Pelaksanaan overflow prinsip ini selalu dengan optimal tahanan dan dalam kerangka patron yang telah dipilih.

8. Reinforcement : Reinforcement atau penguatan adalah pengaruh respon motorik dari satu bagian anggota tubuh yang satu terhadap satu bagian anggota tubuh yang lain. Reinforcement dapat melalui :
• Irradiatie : Dalam patron, Mass patron, Bilateral work.
• Central reflex.
Reinforcement digunakan untuk memperkuat respons, mencegah kecapaian, mengkombinasikan patron yang dipilih.

9. Patron : Symphony of movements : Suatu gerakan adalah hasil dari kerjasama otot-otot dengan koordinasi yang prima.
Huglin Jackson : ” Nervous centre know nothing of muscle, they only know movements”.
Duchene : ”Kontraksi otot secara terisolasi, dalam kondisi alamiahnya tidak ada”.
John Hunter : ”Tidak ada satu ototpun yang berkontraksi secara terisolasi tanpa memberikan efek terhadap otot yang lain”.
Gellhorn : ”Stimulasi pada motor cortex menunjukan bahwa tidak hanya sebagian otot yang terstimulasi tetapi akan mengaktifkan seluruh grup otot secara fungsional”.
Kabat : ”Dasar dari aktifitas motorik kita terletak dalam pola gerakan spesifik masal dimana aktifitas otot secara synergist mulai dari distal keproximal”.
Dalam konsep PNF kita memakai pola gerakan masal dan total (mass movements and patterns). Pattern PNF dikembangkan dari kerja synergis grup otot kemudian dibawa keposisi dimana paling efektif yaitu pada posisi terulur : Elongated state.
Gerakan terdiri dari :
 Komponen spiral,
 Komponen diagonal.
Arah gerakan dibentuk oleh :
 Arah flexi – extensi,
 Arah abduksi – adduksi,
 Arah endorotasi – exorotasi (distal:Pronasi-supinasi; inversi-eversi).

Tehnuk-tehnik PNF : Tehnik PNF adalah alat fasilitasi yang dipilih dengan maksud maksud yang specifik Tehnik-tehnik tersebut mempunyai tujuan antara lain :
• Mengajarkan gerak.
• Menambah kekuatan otot.
• Relaksasi.
• Memperbaiki koordinasi.
• Mengurangi sakit.
• Menambah ruang lingkup gerak sendi.
• Menambah stabilisasi.
• Mencegah kelelahan.
• Mengajarkan kembali gerakan.
• Memperbaiki sikap.

1. Rhytmic Initiation :
Tehnik yang dipakai untuk agonis dengan menggunakan gerakan gerakan pasif, aktif dengan tahanan. Caranya :
 Terapis melakukan gerakan pasif.
 Kemudian pasien melakukan gerakan aktif seperti gerakan pasif yang dilakukan terapis .
 Gerakan selanjutnya diberikan tahanan sedikit.
 Baik agonis maupun antagonis patron dapat dilakukan dalam waktu yang sama.

Indikasi :
 Problema permulaan gerak yang sakit karena rigiditied, spasme yang berat atau ataxia.
 Ritme gerak yang lambat.
 Keterbatasan mobilisasi.

2. Repeated Contraction :
Suatu tehnik dimana gerakan otot-otot agonis, yang setelah sebagian gerakan dilakukan restretch kontraksi diperkuat .
Caranya :
 Pasien bergerak pada arah diagonal.
 Pada waktu gerakan dimana kekuatan mulai turun, terapis memberikan restretch.
 Pasien memberikan reaksi terhadap restretch dengan mempertinggi kontraksi.
 Terapis memberikan tahanan pada reaksi kontraksi yang meninggi.
 Kontraksi otot tidak pernah berhenti.
 Dalam satu gerakan/patron diagonal stretch diberikan maksimal 4(empat) kali.
Gunanya :
 Meningkatkan kekuatan otot
 Meningkatkan keseimbangan kerja otot
 Meningkatkan kemampuan/kemudahan gerakan aktif
 Relaksasi dan penguluran otot antagonis
 Meningkatkan tonus otot

3. Stretch Reflex.
Bentuk gerakan yang mempunyai efek fasilitasi terhadap otot-otot yang diulur.
Caranya :
 Panjangkan posisi anggota badan (ini hanya dapat dicapai dalam bentuk patron).
 Tarik pelan-pelan kemudian tarik dengan cepat (di tiga arah gerak) dan bangunkan stretch reflex.
 Langsung berikan tahanan setelah terjadi stretch reflex.
 Gerakan selanjutnya diteruskan dengan tahanan yang optimal.
 Berdasarkan aba-aba pada waktu yang tepat.
Gunanya:
 Memandu gerakan/mengarahkan
 Mempercepat gerakan
 Megjarkan gerakan
 Memperbaiki kekuatan otot
 Mencegah kecapaian
 Menambah relaksasi (autogene remming)

4. Combination of Isotonic.
Kombinasi kontraksi dari gerak isotonik antara konsentris dan eksentris dari agonis patron (tanpa kontraksi berhenti) dengan pelan-pelan.
Gunanya :
 Mengajarkan pola gerakan
 Latihan fungsional
 Penguatan otot (pasien dengan kelemahan disatu fase gerakan)
 Mengajarkan kontraksi otot secara excentris dan statis

5. Timing for Empasis.
Bentuk gerakan dimana bagian yang lemah dari gerakan mendapat ekstra stimulasi yang lebih kuat.
Caranya : Pada satu patron gerak, bagian yang kuat ditahan dan bagian yang lemah dibiarkan bergerak.
Gunaya :
 Penguatan otot disalah satu bagian anggota gerak
 Mobilisasi

6. Hold Relax.
Suatu tehnik dimana kontraksi isometris mempengaruhi otot antagonis yang mengalami pemendekan, yang diikuti dengan hilang atau berkurangnya ketegangan dari otot-otot tersebut (Prinsip reciproke inhibibisi)
Caranya :
 Gerakan pasif atau aktif dalam patron pasif atau aktif dari grup otot agonis sampai pada batas gerak atau batas sakit.
 Terapis memberikan penambahan tahanan pelan-pelan pada antagonis patron, pasien harus menahan tanpa membuat gerakan. Aba-aba : “Tahan disini !”.
 Relax sejenak pada patron antagonis, tunggu sampai timbul relaksasi pada grup agonis.
 Gerak pasif atau aktif pada agonis patron.
 Ulangi prosedur diatas.
 Penambahan gerak pada patron agonis berarti menambah lingkup gerak sendi.
Gunanya :
 Relaksasi antagonist
 Meningkatkan mobiliteit
 Mengurangi nyeri

7. Contract Relax .
Tehnik dimana kontraksi isotonik secara optimal pada otot-otot antagonis yang mengalami pemendekan. Caranya :
 Gerakan pasif atau aktif pada patron gerak agonis sampai batas gerak.
 Pasien diminta mengkontraksikan secara isotonik dari otot-otot antagonis yang mengalami pemendekan. Aba-aba :”Tarik atau Dorong!”.
 Tambah lingkup gerak sendi pada tiga arah gerak, tetap diam dekat posisi batas dari gerakan.
 Pasien diminta untuk relax pada antagonis patron sampai betul-betul timbul relaksasi.
 Gerak patron agonis secara pasif atau aktif.
 Ulangi prosedur tersebut diatas.
 Perbesar gerak patron agonis dengan menambah lingkup gerak sendi.
Gunanya :
 Relaksasi/penguluran dari antagonis dengan tujuan meningkatkan mobiliteit

8. Slow Reversal .
Tehnik dimana kontraksi isotonik dilakukan bergantian antara agonis dan antagonis tanpa terjadi pengenduran kerja otot .
Caranya :
 Gerakan dimulai dari yang mempunyai gerak patron yang kuat.
 Gerakan berganti kearah patron gerak yang lemah tanpa pengenduran otot.
 Sewaktu berganti kearah gerakan yang kuat tahanan atau luas gerak sendi ditambah.
 Tehnik ini berhenti pada patron gerak yang lemah.
 Aba-aba disini sangat penting untuk memperjelas kearah mana pasien harus bergerak. ( Aba-aba :”dan…….. tarik!” ).
 Tehnik dapat dilakukan dengan cepat.
Gunanya :
 Meningkatkan kekuatan otot
 Relaksasi
 Memperbaiki mobiliteit
 Belajar gerakan
 Memperbaiki koordinasi
 Meningkatkan kemampuan mempertahankan sikap

9. Stabilisasi : Tehnik ini dipergunakan apabila ditemukan masalah dengan stabilitas yang kurang. Diterapkan pada bahu atau pelvis tetapi juga pada sendi yang lain dengan berbagai sikap awal. Tahanan/aproximasi diarahkan di sendinya atau pada arah gerak diagonal.
Penerapan tehnik stabilisasi dengan secara gradual tahanan ditingkatkan sampai mencapai maximal dan kemudian dengan perlahan-lahan diturunkan. Tahanan diatur semakin besar tetapi jangan sampai membuat pasien rubuh. Penerapan tehnik ini hampir selalu dengan aproximasi yang dilakukan secara: Quick (cepat) pasien diminta berkontraksi untuk mempertahankan sikap tanpa ada relaksasi (aba-aba:”tahan–tahan!”)

10. Stabilizing reversal : Adalah satu bentuk gerakan isotonis dimana agonis dan antagonis saling diaktifkan tanpa pergantian relaksasi dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas.
1) Aktifitas dimulai dengan aproximasi di bagian dengan patron yang lebih kuat.
2) Terapis memberikan tahanan di ‘groove’
3) Komando : “ Tahan…diam disana”!
4) Pergantian dipersiapkan dengan komando : “Awas….tahan”!
5) Satu tangan masih menahan sementara tangan yang lain bertukar
6) Mulailah dari arah yang lebih kuat.
7) Jangan biarkan ada relaksasi selama pergantian kontraksi.
8) Kedua tangan bisa bertukar tetapi jangan bersamaan timingnya.
9) Meningkatkan tahanan pada setiap pertukaran/reversal.
10) Tahanan untuk gerak rotasi sangat penting.

11. Ritmische stabilisasi. Tehnik stabilisasi dengan berirama, lebih nyaman (dengan perasaan), dengan mengkontraksi baik agonis maupun antagonis. Ini adalah tehnik yang sulit penerapannya yang mensyaratkan bahwa pasien benar benar mengerti dan mau bekerja sama.
Bagaimana :
Mulai dari tempat dimana pasien masih ada sedikit stabilitas.
1. Aproximasi terus menerus (dengan manual atau dengan berat badan).
2. Tehnik dilakukan dengan patron lurus.
3. Komando : “ Tahaaaaan….”!
4. Pasien mempertahankan sikapnya,jangan sampai ada gerakan juga rotasi.
5. Mulai dari arah gerak yang lebih kuat,kemudian perlahan tahanan diganti arah.
6. Tahanan diberikan dengan perlahan.
7. Pada pertukaran arah tahanan jangan diberikan lagi aproximasi.
8. Usahakan jangan sampai rubuh.

Tujuan :
1) Memperbaiki stabilitas.
2) Memperbaiki mobilitas.
3) Menambah relaksasi.
Catatan : Bila tehnik ini terlalu sulit diikuti pasien, kembalilah ke tehnik stabilisasi reversal.

Patron (pola gerakan) dalam PNF
Patron scapula & Pelvis.
Sacpula :
1. Anterior elevasie.
2. Posterior depressie.
3. Anterior depressie.
4. Posterior elevasie.
Pelvis :
1. Anterior elevasie.
2. Posterior depressie.
3. Anterior depressie.
4. Posterior elevasie.
Kombinasi antara patron scapula dan pelvis :
Symetris reciprocal.
1. Anterior elevasi ————- posterior depressie.
2. Posterior depressie ———anterior elevasie.
3. Posterior elevasie ———–anterior depressie.
4. Anterior depressie ———- posterior depressie.
Asymetris.
1. Anterior elevasie ———–anterior depressie.
2. Posterior depressie ——– posterior elevasi.
3. Anterior depressie ——— anterior elevasi.
4. Posterior elevasie ———- posterior depressie.

Patron Lengan.
1. Flexi – abduksi – exorotasi.
2. Flexi – abduksi – exorotasi dengan elbow flexi.
3. Flexi – abduksi – exorotasi dengan elbow extensi.

4. Extensi – adduksi – endorotasi.
5. Extensi – adduksi – endorotasi dengan elbow flexi.
6. Extensi – adduksi – endorotasi dengan elbow extensi.

7. Flexi – adduksi – exorotasi.
8. Flexi – adduksi – exorotasi dengan elbow flexi.
9. Flexi – adduksi – exorotasi dengan elbow extensi.

10. Extensi – abduksi – endorotasi.
11. Extensi – abduksi – endorotasi dengan elbow flexi.
12. Extensi – abduksi – endorotasi dengan elbow extensi.

Patron Tungkai.
1. Flexi – abduksi – endorotasi.
2. Flexi – abduksi – endorotasi dengan lutut flexi.
3. Flexi – abduksi – endorotasi dengan lutut extensi.

4. Extensi – adduksi – exorotasi.
5. Extensi – adduksi – exorotasi dengan lutut flexi.
6. Extensi – adduksi – exorotasi dengan lutut extensi.

7. Flexi – adduksi – exorotasi.
8. Flexi – adduksi – exorotasi dengan lutut flexi.
9. Flexi – adduksi – exorotasi dengan lutut extensi.

10. Extensi – abduksi – endorotasi.
11. Extensi – abduksi – endorotasi dengan lutut flexi.
12. Extensi – abduksi – endorotasi dengan lutut extensi

Pelaksanaan Latihan :
I. Patron Anggota gerak atas.
1. Flexi – abduksi – exorotasi.
• Scapula : Elevasi posterior. Otot : m.trapezius pars descendens.
• Shoulder : Flexi, abduksi, exorotasi. Otot : m.levator scapula, m.supraspinatus, m.deltoideus pars spinalis, m.teres minor, m.infra spinatus.
• Elbow : Extensi. Otot : m.triceps brachii, m.supinator.
• Hand : Supinasi, radial extensi, jari jari terbuka posisi extensi. Otot : m.extensor carpi radialis longus dan brevis, m.extensor digitorum longus, m.extensor policis longus dan brevis, m.abduktor policis, mm.interossei dorsalis.
1) Posisi awal : Shoulder posisi extensi, adduksi dan endorotasi. Tangan diatas hip, tetapi tidak terlalu pronasi, ulnar palmar flexi.
2) Hand grip : Kedua tangan didistal.
3) Distal hand : Posisi lumbrical grip, keempat jari di metacarpal II dan ibu jari di metacarpal keV.
4) Proximal hand : Posisi lumbrical grip di sisi dorsal dari lengan bawah.
5) Strecth : Lakukan penguluran/elongated dengan baik, untuk seluruh lengan, termasuk scapula. Proximal hand menarik shoulder dan otot otot elbow. Distal hand menarik kearah palmar flexi.
6) Normal timing : Pertama tama radial extensi dari wrist dan jari jari extensi, selanjutnya shoulder mengikuti dengan dilakukan traksi.
7) Aba aba : “ dan……….tarik” atau “tangan keatas”.
8) Body mechanic : Terapis memindahkan berat badannya dari tungkai depan ketungkai belakang dengan rotasi badan.
9) Posisi akhir : Semua gerakan berakhir dengan full rom, yaitu dalam posisi dorsal flexi dan exorotasi. Ibujari kearah menunjuk kearah dorsal.
10) Perhatikan : Posisi awal yang baik, cukup adduksi di shoulder dan radius dan ulna line berada di bidang horisontal.

2. Flexi – abduksi – exorotasi dengan elbow flexi.
   Semua sendi dan pergerakan serta otot yang bekerja sda, kecuali elbow ke arah  

   flexi  dan supinasi.
1) Posisi awal : Shoulder extensi, adduksi dan endorotasi. Tangan diatas hip, tetapi tidak extrem pronasi, ulnar palmar flexi.
2) Hand grip : Sda.
3) Stretch : Elongated seluruh lengan. Proximal hand menarik otot otot shoulder dan biceps. Distal hand menarik extensor tangan.
4) Normal timing : Gerakan dimulai dengan gerak extensi wrist & jari jari, sehingga distal hand dapat memberikan traksi. Disaat ini proximal hand bertukar tempat tanpa kehilangan tahanan.
5) Aba-aba : “Tangan keatas dan tekuk”!
6) Body mechanic : Segera setelah distal hand memberikan tahanan, terapis memindahkan proximal hand ke lengan atas untuk memberikan tahanan kepada gerakan flexi elbow.
7) Posisi akhir : Tangan berhenti disekitar/didepan dagu. Shoulder full flexi. Ibu jari pasien menunjuk kedorsal.
8) Perhatikan : Gerakan flexi elbow dimulai pada 2/3 bagian dari seluruh range gerakan. Usahakan tahanan untuk biceps, yaitu dorong kearah posisi awal. Proximal hand bisa ditaruh diotot biceps untuk lebih memberikan fasilitasi.

3. Flexi – abduksi – exorotasi dengan elbow extensi.
• Scapula : posterior elevasi. Otot : m.trapezius pars descendens, m.levator scapula.
• Shoulder : flexi, abduksi, exorotasi. Otot : m.supraspinatus, m.deltoideus pars spinalis, m.teres minor, m.infra spinatus.
• Elbow : Extensi, supinasi. Otot : M.biceps brahii, m.supinator.
• Tangan : Extensi radial, extensi jari jari. Otot : m.extensor carpi radialis, m. Extensor digitorum, m.extensor policis, m.abduktor policis, mm.interossei.

1) Posisi awal : shoulder dalam posisi extensi dan adduksi. Tangan pasien dalam posisi ulnar flexi diatas tulang dada. Elbow mengarah ke hip sisi heterolateral dan dalam posisi maximal flexi.
2) Hand grip : Distal hand, lumbrical grip, kempat jari di metacarpal II dan ibu jari di metacarpal ke V. Proximal hand, dilengan sedikit diatas elbow.
3) Stretch : Proximal hand memberikan tarikan ke otot otot scapula. Distal hand memberikan tarikan otot otot wrist dan triceps.
4) Normal timing : Tangan memulai gerakan dengan elbow extensi, sehingga tangan diatas wajah pasien.
5) Aba-aba : “dan…dorong keatas”!
6) Body mechanic : Terapis berdiri diarah kepala pasien, dan memindahkan berat badannya dari tungkai yang didepan ketungkai yang dibelakang.
7) Posisi akhir : Dalam posisi full extensi sama seperti patron dengan lengan lurus. Ibu jari menunjuk kelantai.
8) Perhatikan : Tahanan untuk otot triceps.

4. Extensi – adduksi – endorotasi.
• Scapula : anterior depresi. Otot : m.pectoralis mayor & minor.
• Shoulder : Extensi, adduksi, endorotasi. Otot : m.deltoideus, pars clavicularis, m.sub clavius, m.teres mayor, m.sub scapularis.
• Elbow : Extensi, pronasi. Otot : m.triceps brachii, mm.pronator teres dan quadratus.
• Tangan : Flexi ulnair, flexi fingers, flexi & adduksi ibujari.

1) Posisi awal : Lengan dalam posisi terulur sempurna, dalam posisi flexi, abduksi dan exorotasi dengan scapula elevasi posterior. Ibu jari menunjuk kelantai.
2) Hand grip : Distal hand, lumbrical grip, kempat jari jari di metacarpal ke II disisi palmar. Ibu jari dimetacarpal ke V. Proximal hand : lumbrical grip dilengan bawah disisi palmar, setinggi pergelangan tangan.
3) Stretch : Proximal hand menarik otot otot elbow, shoulder dan scapula. Distal hand menarik pergelangan tangan dan flexor jari jari.
4) Normal timing : Diawali menggenggam tangan dengan supinasi lengan bawah, kemudian endorotasi shoulder selanjutnya diikuti gerakan scapula.
5) Aba-aba : : “ Genggam..”!
6) Body mechanic : Terapis memberikan traksi dan memutar di kaki yang didepan tanpa berpindah dari groove. Pada menjelang akhir gerakan bisa diberikan restretch untuk memfasilitasi extensinya.
7) Posisi akhir : Maximal range pada semua arah gerak, yaitu pada posisi adduksi dan palmar flexi di pergelangan tangan. Tanpa maximal endorotasi dan pronasi di lengan bawah.
8) Perhatikan : Pada pemberian stretch dengan kedua tangan yang berlawanan arah, perhatikan arah adduksi yang cukup pada akhir gerakan.

5. Extensi – adduksi – endorotasi dengan elbow flexi.
• Scapula : Depresi anterior. Otot : m.pectoralis mayor & minor, m.seratus anterior.
• Shoulder : Extensi, abduksi, endorotasi. Otot : m.subclavius, m.deltoid pars clavicularis, m.teres mayor, m.subscapularis.
• Elbow : Flexi, pronasi. Otot : m.biceps brachii, m.pronator teres & quadratus.
• Tangan : Flexi ulnar, flexi jari tangan, flexi & adduksi ibujari.

1) Posisi awal : Seperti pada patron dengan elbow extensi yaitu dalam posisi flexi, abduksi dan exorotasi, dengan scapula elevasi posterior dan ibu jari menunjuk kelantai.
2) Hand grip : Kedua tangan didistal sama dengan patron diatas. Distal hand, keempat jari disisi palmar dari metacarpal ke II dan ibujari di metacarpal ke V. Proximal hand, lumbrical grip disisi palmar lengan bawah mendekati pergelangan tangan.
3) Strech : Proximal hand memberikan stretch ke shoulder dan elbow, distal hand memberikan strech pada pergelangan tangan dan jari jari.
4) Normal timing : Tangan pasien menggenggam sehingga terapis dengan mudah bisa memberikan traksi.
5) Aba-aba : “ Genggam dan tekuk!”
6) Body mechanic : Terapis memutar dengan kaki yang didepan. Sehingga distal hand dapat dengan mudah memberikan tahanan, pindahkan proximal hand ke sisi medial lengan atas untuk memberikan tahanan dengan baik kepada adduksi dan extensinya.
7) Posisi akhir : Scapula pada posisi depresi anterior elbow menunjuk kearah hip sisi yang lain. Shoulder adduksi dan elbow full flexi.
8) Perhatikan : Tahanan untuk biceps, saat perpindahan tangan, sehingga adduksi bisa dengan mudah diarahkan. Gerakan melewati wajah pasien.

6. Extensi – adduksi – endorotasi dengan elbow extensi.
• Scapula : Depresi anterior. Otot : m.pectoralis mayor dan minor.
• Shoulder : Extensi, adduksi, endorotasi. Otot : m.deltoideus pars clavicularis, m.subclavius, m.teres mayor, m.subscapularis.
• Elbow : Extensi, pronasi. Otot : m.tricpes brachii, m.pronator teres dan quadratus.
• Tangan : Flexi ulnar, flexi jari tangan, ibujari adduksi. Otot : mm.flexoris pollicis, m.adductor pollicis, mm.interossei palmaris, mm.lumbricalis.

1) Posisi awal : Shoulder seperti pada patron dengan elbow lurus, elbow dalam posisi 90 derajat flexi, sehingga ibujari menunjuk kelantai.
2) Hand grip : Distal hand, keempat jari di metacarpal II disisi palmar, ibu jari dimetacarpal V. Proximal hand, memberikan tahanan dilengan atas.
3) Stretch : Proximal hand memberikan stretch untuk scapula dan shoulder. Distal hand memberikan stretch untuk otot triceps dan otot tangan dengan genggaman.
4) Normal timing : Diawali dengan menggenggam, triceps meluruskan elbow kemudian shoulder endorotasi dan extensi penuh.
5) Aba-aba : “Genggam..kuat dan …luruskan”!
6) Body mechanic : Terapis membengkokkan elbow pasien untuk memberikan tahanan yang optimal. Hal itu hanya bisa dilakukan bila posisi terapis disisi atas kepala pasien diarah diagonal. Tahanan dibagian distal diarahkan kearah kepala pasien.
7) Posisi akhir : Elbow full extensi dan shoulder adduksi sehingga tangan pasien diatas hip sisi kontra lateral.
8) Perhatikan : Ibu jari dari distal hand memberikan tahanan untuk otot triceps. Jangan sampai mulai gerak extensi elbow sebelum tangan pasien sampai diatas hidungnya.

7. Flexi– adduksi – exorotasi.
 Scapula : Elevasi anterior. Otot : m.trapezius pars descendens, m.levator scapulae, m.serratus anterior, m.pectoralis minor.
 Shoulder : Flexi, adduksi, exorotasi. Otot : m.deltoideus & rotator cuff.
 Elbow : Extensi, supinasi. Otot : m.tricpes brachii, m.supinator.
 Tangan : Flexi radial, flexi jari tangan, flexi & adduksi ibujari. Otot:Flexor carpiradialis, m.palmaris longus, m.flexor digitorum profundus & superficialis, m.flexor pollicis longus & brevis, m.adductor pollicis, m.opponens pollicis, mm.interossei palmares.

1) Posisi awal : Palmar dibawah, arah lantai, tangan dalam posisi extensi dengan shoulder posisi retroflexi sedikit dibawah meja terapi.
2) Hand grip : Kedua tangan terapis didistal. Distal hand, hetero lateral hand menahan pergelangan tangan dalam posisi dorsal flexi. Lumbrical grip disisi palmar pada metacarpal II&V. Proximal hand : Disisi palmar lengan bawah.
3) Stretch : Kedua tangan terapis membuat gerakan yang berlawanan. Proximal hand memberikan traksi, distal hand menarik jari dan pergelangan tangan.
4) Normal timing : Diawali dengan menggenggamkan tangan, selanjutnya diikuti gerakan pronasi dan shoulder.
5) Aba-aba : “Daaan…..genggam kuat”!
6) Body mechanic : Terapis segera membuat putaran begitu gerakan lengan dimulai. Terapis tetap digroove setelah memutar, lengan pasien berada dibawah badan terapis.
7) Posisi akhir : Lengan pasien sejajar digroove. Lengan pasien tepat diatas hidungnya dengan posisi radial flexi.
8) Perhatikan : Putaran tubuh terapis setelah gerakan dimulai dan juga perhatikan gerakan adduksi lengan yang cukup. Pertahankan elbow pasien tetap lurus dan berikan traksi selama gerakan terjadi.

8. Flexi – adduksi – exorotasi dengan elbow flexi.
 Scapula : Elevasi anterior. Otot : m.trapezius pars descendens, m.levator scapula, m.serratus anterior, m.pectoralis minor.
 Shoulder : Flexi, adduksi, exorotasi. Otot : rotator cuff, m.deltoideus pars clavicularis.
 Elbow : Flexi, supinasi. Otot : m.biceps brachii, m.supinator.
 Tangan : Radial flexi, flexi jari tangan, flexi dan adduksi ibujari.

1) Posisi awal : Sisi palmar tangan mengarah kelantai, dalam posisi dorsal extensi. Posisi retroflexi sedikit dibawah meja terapi.
2) Hand grip : Distal hand, heterolateral hand menahan pergelangan dalam posisi dorsal flexi pada metacarpal II&V. Proximal hand, dilengan bawah sisi palmar.
3) Stretch : Kedua tangan terapis memberikan gerakan yang berbeda. Proximal hand memberikan traksi dan distal hand memberikan penguluran di pergelangan tangan.
4) Normal timing : Diawali dengan menggenggam kemudian diikuti gerakan supinasi dan exorotasi. Flexi elbow terjadi selama gerakan.
5) Aba-aba : “Genggam erat dan tekuk lengan!”
6) Body mechanic : Terapis memutar badannya segera setelah terjadi gerakan, dan proximal hand pindah ke lengan atas selevel otot biceps.
7) Posisi akhir : Lengan menyilang diagonal. Lengan pasien sedikit diatas telinganya. Elbow flexi lebih dari 90 derajat dan shoulder cukup adduksi.

9. Flexi – adduksi – exorotasi dengan elbow extensi.
 Scapula : Elevasi anterior. Otot : m.trapezius pars descendens, m.levator scapulae, m.serratus anterior, m.pectoralis minor.
 Shoulder : Flexi, adduksi, exorotasi. Otot : rotator cuff, m.deltoideus pars clavicularis.
 Elbow : Extensi, supinasi. Otot : m.triceps brachii, m.supinator.
 Tangan : Flexi radial, flexi jari tangan, adduksi ibu jari. Otot : m.flexor carpi radialis, m.palmaris longus, m.flexores digitorum, m.flexores pollicis, m.adductor pollicis, m.opponens, mm.interossei palmares.

1) Posisi awal : Telapak tangan menghadap keatas, lengan bawah dipronasikan, elbow full flexi. Terapis berdiri disamping pasien.
2) Hand grip : Distal hand, dari sisi palmar dimetacarpal II&V, mendorong tangan pasien keposisi dorsal extensi dan elbow flexi. Proximal hand, memegang lengan bawah sedikit diatas pergelangan tangan pasien dan mendorong shoulder keposisi depresi posterior dan elbow flexi.
3) Stretch : Kedua tangan memberikan stretch. Proximal hand memberikan tekanan lengan bawah ke caudal dan bawah, sehingga shoulder dalam posisi elongasi yang cukup.
4) Normal timing : Tangan menggenggam dan supinasi, selanjutnya diikuti dengan gerakan extensi elbow, berlangsung sampai posisi akhir.
5) Aba-aba : “Genggam kuat dan luruskan!”
6) Body mechanic : Bersamaan dengan genggaman tangan pasien terapis memutar badannya dengan tungkai yang ada didepan sehingga berada diatas pasien, dengan mudah bisa memberikan tahanan arah extensi.
7) Posisi akhir : Biceps diatas hidung pasien.

10. Extensi – abduksi – endorotasi.
• Scapula : Depressi posterior. Otot : m.trapezius pars ascendens, m.latissimus dorsi, m.rhomboidei, m.serratus anterior.
• Shoulder : Extensi, abduksi, endorotasi. Otot : m.deltoideus pars spinalis, m.latissimus dorsi, m.teres mayor.
• Elbow : Extensi, pronasi. Otot : m.tricpes brachii, m.pronator teres & quadratus.
• Tangan : Extensi ulnar, extensi jari tangan, abduksi ibu jari. Otot:m.extensor carpi ulnaris, m.extensor digitorum, mm.interossei dorsales, mm.extesors pollicis, m.abduktor pollicis.

1) Posisi awal : Posisi elongasi, terutama kedua scapula dalam posisi adduksi. Lengan lewat diatas kepala menyilang diagonal.
2) Hand grip : Kedua tangan di distal. Distal Hand, dalam lumbrical grip, dengan keempat jari di metacarpal V dan ibujari dimetacarpal II disisi dorsal tangan. Proximal hand, dengan lumbrical grip, disisi ulnar dari lengan bawah.
3) Stertch : Berikan stretch pada lengan dengan baik lewat tangan, distal hand memberikan stretch pada pergelangan tangan dan jari jari.
4) Normal timing : Gerakan dimulai dari distal. Ini akan mempermudah dalam memberikan tahanan.
5) Aba-aba : “Tangan keatas dan……..dorong!”
6) Body mechanic : Terapis mengatur tekanan dengan ibu jarinya, badan memutar segera setelah gerakan terjadi, mengikuti arah gerakan, sehingga distal hand tidak terlepas pada saat pronasi.
7) Perhatikan : Ibujari terapis di distal hand harus benar benar pegangannya. Dalam permulaan gerakan ibujari banyak memberikan tahanan dalam arah rotasi.

11. Extensi – abduksi – endorotasi dengan elbow flexi.
• Scapula : Depressi posterior. Otot : m.trapezius pars ascendens, m.latissimus dorsi, mm.rhomboidei, m.serratus anterior.
• Shoulder : Extensi, abduksi, endorotasi. Otot : m.deltoideus pars spinalis, m.latissimus dorsi, m.teres mayor.
• Elbow : Flexi pronasi. Otot : m.biceps, mm.pronatores.
• Tangan : Extensi ulnar, flexi jari tangan, abduksi ibujari.

1) Sama seperti pada patron dengan elbow lurus. Lengan lurus lewat diatas hidung.
2) Hand grip : Kedua tangan di distal. Distal hand dengan lumbrical grip di metacarpal V&II di sisi dorsal tangan. Proximal hand, dengan lumbrical grip, di sisi palmar dari lengan bawah. Proximal hand akan berpindah ke lengan atas pada saat gerakan.
3) Stretch : Distal hand mengulur pergelangan tangan dan extensi jari jari.
4) Normal timing : Distal mengatur gerakan , perpindahan tangan dari proximal hand harus mulus. Flexi elbow berlangsung setelah lengan sampai diatas wajah pasien.
5) Aba-aba :”Tangan keatas dan tekuk!”
6) Bod mechanic : Perhatian pada pegangan didistal. Putar badan setelah gerakan mulai sehingga tahanan optimal terhadap extensi wrist dan biceps berlangsung mulus. Perpindahan tangan lewat medial lengan ke lengan atas usahakan dengan mulus.
7) Posisi : Akhir : Posisi full flexi elbow dan pronasi, sehingga jari tangan pasien mengarah ke terapis. Telapak tangan menghadap ke atas.
8) Perhatikan : Ibujari didistal hand harus dengan luwes dan mantap memberikan pegangan, tahanan terutama untuk otot biceps.

12. Extensi – abduksi – endorotasi dengan elbow extensi.
• Scapula : Depressi posterior.
• Shoulder : Extensi, abduksi, endorotasi.
• Elbow : Extensi, pronasi.
• Tangan : Extensi ulnar, extensi jari, abduksi ibu jari.

1) Posisi awal : Dalam elongasi penuh. Elbow lewat atas kepala dengan posisi maximal flexi.
2) Hand grip : Distal hand, Dengan lumbrical grip di metacarpal II&V, tangan mengulur otot triceps. Proximal hand, dengan posisi supinasi memegang lengan atas pasien setingga condylusnya. Scapula dalam posisi elevasi anterior.
3) Stretch : Kedua tangan membuat gerakan yang berbeda, proximal hand mengulur keatas dan distal hand menarik kebawah. Tahanan diberikan dengan ibu jari didistal adalah sangat penting.
4) Normal timing : Diawali dengan extensi dan pronasi tangan secara full.
5) Aba-aba : “Tangan keatas daaan….dorong!”
6) Body mechanis : Terapis berdiri di groove sedekat mungkin dengan lengan pasien. Bersamaan dengan gerakan awal tubuh terapi berputar kearah caudal untuk tetap bisa memberikan tahanan optimal.
7) Posisi akhir : Seperti pada patron dengan elbow lurus, tetapi sekarang proximal hand ada di lengan atas di triceps.
8) Perhatikan : Jangan sampai kehilangan grip di distal. Untuk itu putaran badan harus benar dan mulus, berdiri sedekat – dekatnya dengan lengan pasien. Berikan tahanan optimal pada otot tricveps.

Thrust Patron.
Pada keadaan normal sehari-hari, pada saat membuka tangan bersamaan dengan lengan abduksi di shoulder. Pada thrust patron, membuka tangan berpasangan dengan gerakan abduksi. Rotasi dari shoulder dan lengan adalah saling berlawanan arah. Gerakan ini ditemui diawal perkembangan gerakan, boleh dikatakan ini adalah gerakan yang primitif. Pada perkembangan motoris, kita temukan pada saat menekan dengan posisi telungkup atau merangkak. Scapula selalu protraksi. Serratus anterior dan pectoralis mayor bekerja sama dengan triceps. Ulnal thrust maupun radial thrust dapat dengan tehnik reversal. Tujuan thrust ini adalah memperbaiki elbow extensi dengan berbagai macam variasinya.

Ulnar thrust.
 Scapula : Elevasi anterior.
 Shoulder : Flexi, adduksi, exorotasi.
 Elbow : Extensi, pronasi.
 Tangan : Unalr extensi dengan jari terbuka.

1) Posisi awal : Seperti pada posisi awal patron flexi – adduksi – exorotasi di bahu. Elbow full flexi, wrist radial flexi, dengan jari tangan tertutup. Lengan bawah supinasi.
2) Hand grip : Terapis berdiri diatas kepala pasien di arah diagonal. Distal hand, dengan lumbrical grip ke empat jari di metacarpal V dan ibu jari di metacarpal II. Proximal hand, memegang lengan atas pasien dengan posisi pronasi.
3) Stretch : Proximal hand mengulur shoulder dan scapula. Distal hand mengulur triceps dan extensor jari tangan pasien.
4) Normal timing : Tangan dibuka dan elbow diluruskan.
5) Aba-aba :”Buka tangan dan luruskan !”
6) Body mechanic : Terapis berdiri sisi atas kepala pasien. Berdiri agak condong kedepan dengan bertumpu di tungkai yang didepan. Pada saat gerakan berlangsung pindahkan berat badan ketungkai yang dibelakang.
7) Posisi akhir : Seperti pada patron flexi-extensi-exorotasi, tetapi sekarang dengan jari tangan dibuka dalam posisi pronasi ulnar. Elbow lurus dan biceps diatas hidung pasien.
8) Perhatikan : Tahanan untuk triceps dan pronasi.

Reversal dari ulnar thrust.
• Scapula : Depressi posterior.
• Shoulder : Extensi, abduksi, endorotasi.
• Elbow : Flexi, supinasi.
• Tangan : Flexi radial, jaritangan tertutup.

1) Posisi awal : Lengan lurus lewat wajah pasien dengan tangan terbuka. Lengan bawah pronasi,wrist extensi ulnar.
2) Hand grip : Terapis berdiri di sisi atas kepala pasien. Distal hand, heterolateral hand dalam posisi supinasi dan dengan lumbrical grip memegang tangan pasien di metacarpal II&V. Proximal hand, Memegang lengan atas, di triceps dengan posisi pronasi.
3) Strecth : Distal hand menarik biceps dan flexors jari tangan, proximal hand menarik shoulder. Kedua tangan membuat tahanan ke arah rotasi .
4) Normal timing : Tangan mengatup kearah radial. Elbow ditekuk, sehingga kelingking diketiak.
5) Aba-aba : “Genggam dan…tekuk!”
6) Perhatikan : Tahanan optimal yang benar dengan distal hand (Supinasi).

Radial thrust.
• Scapula : Anterior elevasi.
• Shoulder : Extensi, adduksi, endorotasi.
• Elbow : Extensi dan supinasi.
• Tangan : Extensi radial dengan jari tangan terbuka.
1) Posisi awal : Shouder dan elbow seperti pada patron extensi-adduksi-endorotasi dengan elbow extensi. Tangan menggenggam ke ulnar. Lengan bawah pronasi. Ibu jari pasien di arah ketiaknya dan elbow full flexi.
2) Hand grip : Terapis berdiri ditepi bed disisi lainnya. Distal hand, tangan heterolateral dengan lumbrical grip memegang sisi dorsal dari tangan pasien. Proximal hand, tangan yang sama dengan tangan yang dilatih dalam pronasi memegang lengan atas pasien.
3) Stretch : Kedua tangan memberikan stretch di groove. Distal hand memberikan stretch pada extensor dalam arah pronasi dan proximal hand memberikan stretch pada shoulder, tahanan rotasi melawan gerakan.
4) Normal timing : Tangan dibuka dan lengan diluruskan kearah terapis.
5) Aba-aba :”Luruskan dan dorong!”
6) Body mechanic : Terapis harus hati hati terhadap dorongan pasien jangan sampai jatuh. Pindahkan berat bada ketungkai dibelakang. Paisen tidur ditepi bed disisi terapis berdiri.
7) Posisi akhir : Sama dengan pada patron extensi-adduksi, tetapi sekarang dengan tangan terbuka, sehingga lengan bawah dalam posisi supinasi.
8) Perhatikan : Tahanan untuk supinasi.

Reversal radial thrust.
• Scapula : Elevasi posterior.
• Shoulder : Flexi, abduksi, exorotasi.
• Elbow : Flexi, pronasi.
• Tangan : Flexi ulnar, jaritangan flexi.

1) Posisi awal : Sama seperti pada raduial thrust, jadi dengan tangan terbuka, ibujari keatas, lengan bawah supinasi.
2) Hand grip : Terapi berdiri disisi yang lain. Distal hand, dengan lumbrical grip memegang sisi palmar tangan pasien. Proximal hand, memegang di triceps dilengan atas.
3) Stretch : Distal hand menekan elbow dalam extensi dan tangan dalam extensi radial. Proximal hand mengulur shoulder.
4) Normal timing : Tangan menutup arah ulnar. Elbow flexi. Shoulder kearah flexi-adduksi.
5) Aba-aba : “Genggam kuat dan tarik!”
6) Body mechanis : Pasien seolah menarik terapis. Berikan tahanan optimal, terutama disisi distal.
7) Posisi akhir : Sama seperti pada posisi awal radial thrust, dengan ibu jari di ketiak. Shoulder full flexi, tetapi tidak exorotasi berlebihan.
8) Perhatikan : Distal hand selain memberikan tarikan juga tahanan pronasi.
Tidak dibahas karena keterbatasan waktu adalah patron sbb :
1. Bilateral arm patron.
2. Bilateral symetris.
3. Bilateral asymetris
4. Bilateral symetris reciprocal.
5. Bilateral asymetris reciprocal.
6. Patron lengan dengan berbagai posisi awal (tidur miring, telungkup, duduk)

II. Pelaksanaan patron tungkai.
1. Flexi – abduksi – endorotasi.
• Pelvis : Elevasi posterior.
• Hip : Flexi, abduksi, endorotasi.
• Lutut : (Tergantung pada kombinasi gerak).
• Kaki : Flexi dorsal.
• Jari kaki : Extensi.

1) Posisi awal : Semua sendi dalam keadaan elongasi.
2) Hand grip : Distal hand, dengan lumbrical grip, jari disisi lateral kaki, di sendi metatarsopahalangeal. Ibujari di sisi medial kaki, jangan menjepit. Proximal hand, dengan lumbrical grip di tungkai atas sedikit diatas patella dengan jari tangan disisi medial dan ibujari disisi lateral.
3) Stretch reflex : Proximal hand mengusahakan elongasi, dengan posisi hip extensi-adduksi-exorotasi, dan distal hand untuk inversi/plantar flexi.
4) Normal timing : Diawali dengan eversi dan dorsal flexi kaki, jari kaki extensi, selanjutnya gerak flexi-abduksi-endorotasi seluruh tungkai.
5) Aba-aba : “Kaki angkat keatas!”
6) Body posisitioning & mechanic : Tungkai yang menyentuh bed berpindah pertama kali, berpindah kebelakang.
7) Posisi akhir : Jangan terlalu jauh abduksi, dorsal flexi yang cukup dan endorotasi dari hip.
8) Perhatikan : Jari jari tangan dari proximal hand setelah stretch reflex tidak kontak lagi dengan tungkai. Gerakan berlangsung dibawah traksi. Tanpa ada gerakan circumduksi.

2. Flexi – abduksi – endorotasi dengan lutut flexi.
• Pelvis : Elevasi posterior.
• Hip : Flexi, abduksi, endorotasi.
• Lutut : Flexi.
• Kaki : Flexi dorsal, eversi.
• Jari : Extensi.

1) Posisi awal : Semua persendian dalam keadaan elongasi.
2) Hand grip : Distal hand, dengan lumbrical grip dengan jari disisi lateral kaki, sedikit diproximal sendi metatarsophalangeal. Ibujari disisi medial kaki, jangan menjepit. Proximal hand, dengan lumbrical grip di tungkai atas sedikit diatas patella dengan jari jari disisi medial dan ibu jari disisi lateral tungkai.
3) Stretch reflex : Proximal hand memberikan elongasi di hip dengan extensi-adduksi-exorotasi, dan distal hand dengan inversi/plantar flexi di ankle dan extensi di lutut.
4) Normal timing : Diawali dengan eversi dan dorsal flexi selanjutnya lutut flexi dan flexi-abduksi-endorotasi dari seluruh tungkai.
5) Aba-aba : “Kaki keatas!”
6) Body positioning & mechanics : Selama berlangsung gerakan terapis melangkah selangkah kebelakang.
7) Posisi akhir : Maximal flexi hip, Sub maximal abduksi dan endorotasi hip. Maximal flexi lutut, kaki flexi dorsal dan eversi. AS lonitudinal dari tungkai bawah sedikit diluar daripada as longitudinal badan.
8) Perhatikan : Tumit pasien bergerak dekat dengan permukaan meja terapi, dalam arah os ischial. Maximal flexi lutut dalam posisi akhir.
3. Flexi – abduksi – endorotasi dengan lutut extensi.
• Pelvis : Elevasi posterior.
• Hip : Flexi, abduksi, endorotasi.
• Lutut : Extensi.
• Kaki : Flexi dorsal dan eversi.
• Jari : Extensi.

1) Posisi awal : Tungkai pasien tergantung di bawah meja terapi, plantar flexi maximal, inversi, lutut flexi (sejauh mengijijnkan), sub maximal hip extensi, maximal adduksi dan exorotasi hip.
2) Hand grip : Distal, dengan lumbricalgrip dengan jari disisi lateral kaki, sedikit proximal sendi metatarsophalangeal. Ibujari disisi medial kaki, jangan menjepit. Proximal, dengan lumbrical grip di tungkai atas, sedikit diatas patella dengan jari disisi medial dan ibujari disisi lateral tungkai.
3) Stretch reflex : Distal mengusahakan untuk inversi/plantar flexi kaki dengan jari extensi selanjutnya lutut extensi bersamaan dengan gerakan flexi-abduksi-endorotasi dari hip.
4) Aba-aba : “Kaki keatas dan luruskan!”
5) Body positioning & mechanic : Selama gerakan berlangsung terapis memindahkan berat badannya kebelakang dengan sedikit rotasi badan.
6) Posisi akhir : Jangan terlalu jauh abduksi, cukup flexi dorsal kaki dan endorotasi hip.
7) Perhatikan : Seluruh gerakan berlangsung dalam traksi, tidak ada gerak circumduksi. Extensi lutut berlangsung mulai dari awal gerak sampai akhir gerakan.

4. Extensi – adduksi – exorotasi.
• Pelvis : Depresi anterior.
• Hip : Extensi, adduksi, exorotasi.
• Lutut : Tergantung kombinasi .
• Kaki : Flexi plantar dan eversi.
 Jari : Flexi plantar.

1) Posisi awal : Maximal endorotasi dan flexi di hip. Sub maximal abduksi, elongasi disemua persendian. Maximal flexi dorsal dan eversi.
2) Hand grip : Distal hand, dengan lumbrical grip. Ibu jari dan telapaknya di telapak kaki pasien disisi lateral kaki. Proximal hand, dari sisi lateral dari dorsal medial dari bawah tungkai atas, dengan sisi volair dibawah tungkai atas.
3) Stretch reflex : Proximal hand mengupayakan stretch lewat gerakan badan, elongasi dalam arah flexi dan rotasi, sedikit abduksi. Distal hand, mengupayakan elongasi dalam flexi dorsal dan eversi.
4) Normal timing : Extensi – adduksi – exorotasi seluruh tungkai.
5) Aba-aba :”Dorong!”
6) Body positioning & mechanic : Terapis berdiri dengan punggung menghadap pasien. Terapis pada saat gerakan berlangsung memindahkan tungkainya yang dibelakang melangkah kedepan.
7) Posisi akhir : Stretch reflex untuk hip terutama diberikan dengan gerakan badan. Hip dalam posisi maximal rotasi, kaki inversi dan plantar flexi.
5. Extensi – adduksi – exorotasi dengan lutut flexi.
 Pelvis : Depressi anterior.
 Hip : Extensi, adduksi, exorotasi.
 Lutut : Flexi.
 Kaki : Flexi plantar dan inversi.
 Jari : Flexi

1) Posisi awal : Maximal flexi hip, sub maximal abduksi dan endorotasi hip. Maximal extensi lutut dan dorsal flexi dan eversi.
2) Hand grip : Distal hand, dengan lumbrical grip, ibu jari di telapak kaki pasien setinggi sendi metatarsophalangeal dari sisi lateral kaki. Proximal hand, dari arah lateral, dari dorsal medial dibawah tungkai atas, tangan dengan permukaan volar memegang tungkai atas.
3) Stretch reflex : Distal hand mengupayakan stretch dalam arah dorsal flexi/eversi. Proximal hand, mengulur lewat gerakan tubuh, arah flexi dan endorotasi.
4) Normal timing : Diawali dengan flexi plantar dan inversi dari kaki selanjutnya bersamaan dengan gerakan tadi lutut flexi dan extensi-adduksi-endorotasi dari seluruh tungkai.
5) Aba-aba : “Dorong dan tekuk lutut!”
6) Body positioning & mechanic : Terapis berdiri dengan punggung menghadap kepasien, tungkai yang dekat dengan meja terapi berada didepan. Sewaktu berlangsung gerakan terapi melangkahkan tungkai belakang kedepan.
7) Posisi akhir : Maximal flexi plantar dan inversi, exorotasi hip, flexi lutut dan extensi hip sejauh meja terapi memungkinkan.
8) Perhatikan : Jangan sampai ada gerakan circumduksi, berikan tahanan baik didistal maupun proximal dengan selaras.

6. Extensi – adduksi – exorotasi dengan lutut extensi.
 Pelvis : Depressi anterior.
 Hip : Extensi, adduksi, exorotasi.
 Lutut : Extensi.
 Kaki : Flexi plantar, inversi.
 Jari : Flexi plantar.

1) Posisi awal : Hip flexi maximal, sub maximal abduksi dan endorotasi. Lutut flexi maximal. As longitudinal dari tungkai bawah sedikit diluar dari as longitudinal badan.
2) Hand grip : Distal hand, dengan lumbrical grip, ibu jari dan duimmuis ditepi kaki setinggi sendi metatarsophalangeal, disisi lateral. Proximal hand, dari arah lateral lewat sebelah dorsal-medial dari tungkai bawah tangan dengan sisi volar memegang tungkai bawah disisi dorso-medial.
3) Stretch reflex : Proximal mengulur hip dengan gerakan badan dalam arah flexi dan endorotasi. Distal hand mengulur lutut dan kaki dalam arah flexi, dorsal flexi dan eversi.
4) Normal timing : Diawali dengan flexi plantar dan inversi dari kaki, selanjutnya gerakan extensi dari lutut bersamaan dengan gerakan extensi-adduksi-exorotasi hip.
5) Aba-aba : “Dorong dan luruskan lutut!”
6) Body positioning & mechanic : Terapis berdiri dengan punggung menghadap pasien, tungkai yang dekat meja terapi didepan, sewaktu berlangsung gerakan terapis melangkah selangkah kedepan.
7) Perhatikan : Maximal rotasi hip. Tidak ada circumduksi. Tahanan baik distal maupun proximal.
7. Flexi – adduksi – exorotasi.
• Pelvis : Elevasi anterior.
• Hip : Flexi, adduksi, exorotasi.
• Lutut : (tergantung kombinasi gerak )
• Kaki : Flexi dorsal, inversi.
• Jari : Flexi dorsal.

1) Posisi awal : Endorotasi maximal, subamaximal abduksi dan extensi. Elongasi.
2) Hand grip : Distal hand, dengan lumbrical grip, disisi dorsal dari kaki. Jari disisi medial, ibu jari disisi lateral. Posisi jari sedikit proximal dari sendi metatarso phalangeal. Proximal hand, dengan lumbrical grip, disisi medio-ventral dari tungkai bawah.
3) Stretch reflex : Proximal hand mengulur dalam arah endorotasi-extensi-abduksi dan elongasi.
4) Normal timing : Diawali flexi dorsal dan inversi dari kaki, selanjutnya flexi-adduksi-exorotasi dari hip.
5) Aba-aba : “Kaki keatas!”
6) Body positioning & mechanic : Terapis berdiri disamping dan bawah meja terapi, wajah menghadap ke pasien. Sewaktu berlangsung gerakan terapis melangkah kedepan berat badan dipindahkan ketungkai yang didepan.
7) Posisi akhir : Maximal dorsal flexi dan inversi dari kaki. Maximal flexi dan exorotasi dari hip. Sub maximal adduksi hip.
8) Perhatikan : Adduksi melewati middle line.

8. Flexi – adduksi – exorotasi dengan lutut flexi.
• Pelvis : Elevasi anterior.
• Hip : Flexi, adduksi, exorotasi.
• Lutut : Flexi.
• Kaki : Flexi dorsal, inversi.
• Jari : Extensi.

1) Posisi awal : Maximal endorotasi, sub maximal abduksi dan extensi hip. Elongasi.
2) Hand grip : Distal hand, dengan lumbrical grip, disisi dorsal dari kaki. Jari disisi medial kaki, ibu jari disisi lateral. Jari sedikit proximal dari sendi metarsophalangeal. Proximal hand, dengan lumbrical grip, disisi medio-ventral tungkai atas.
3) Stretch reflex : Proximal hand mengulur kearah endorotasi-extensi-abduksi dan elongasi. Distal hand mengulur kearah extensi dari lutut, arah plantar flexi dan eversi dari kaki dan elongasi.
4) Normal timing : Diawali dengan dorsal flexi dan inversi dari kaki selanjutnya flexi dari lutut kemudian flexi-adduksi-exorotasi dari hip.
5) Aba-aba : “Tekuk lutut!”
6) Body positioning & mechanic : Terapis berdiri menghadap pasien disisi bawah meja terapi, sewaktu berlangsung gerakan tungkai yang dibelakang melangkah kedepan, seolah bergantung ketungkai pasien.
7) Posisi akhir : Maximal dorsal flexi dan inversi dari kaki. Maximal flexi lutut, maximal flexi hip, sub maximal exorotasi dan adduksi hip. Tungkai bawah sejajar dengan mid line.
8) Perhatikan : Saat tungkai diatas meja terapi rotasikan. Tahanan untuk flexi lutut. Flexi lutut selama gerakan berlangsung. Tumit pasien bergerak dekat dengan meja terapi searah tuber.

9. Flexi – adduksi – exorotasi dengan lutut extensi.
• Pelvis : Elevasi anterior.
• Hip : Flexi, adduksi, exorotasi.
• Lutut : Extensi.
• Kaki : Flexi dorsal, inversi.
• Jari : Extensi.

1) Posisi awal : Hip endorotasi maximal, sub maximal adduksi extensi hip. Lutut flexi maximal dalam plantar flexi dan eversi kaki.
2) Hand grip : Distal hand, dengan lumbrical grip, disisi dorsal kaki. Jari disisi medial dan ibu jari disisi lateral kaki. Jari sedikit proximal dari sendi metatarsophalangeal. Proximal hand, dengan lumbrical grip di medio ventral tungkai atas.
3) Stretch reflex : Proximal hand memberikan tarikan elongasi dan kearah endorotasi-extensi-abduksi dari hipnya. Distal hand memberikan tarikan ke lutut dalam arah flexi dan kaki dalam arah plantar flexi dan eversi.
4) Normal timing : Diawali dengan dorsal flexi dan inversi kaki, selanjutnya secara berbarengan lutut extensi dan hip flexi-adduksi-exoratasi.
5) Aba-aba :”Luruskan lutut!”
6) Body positioning & mechanic : Terapis berdiri membelakangi pasien, begitu gerakan berlangsung tubuh berputar dikaki dengan cepat sehingga badan menghadap ke pasien.
7) Posisi akhir : Maximal dalam posisi dorsal flexi dan inversi kaki. Maximal extensi lutut, flexi hip dan exorotasi hip. Sub maximal adduksi hip. Tungkai menyilang mid line.
8) Perhatikan : Saat tungkai diatas meja terapi rotasikan. Selama berlangsung gerakan selalu diberikan traksi. Berikan tahanan untuk extensi lutut selama gerakan berlangsung dalam patron.

10. Extensi – abduksi – endorotasi.
• Pelvis : Depressi posterior.
• Hip : Extensi, abduksi, endorotasi.
• Lutut : (tergantung kombinasi gerakan).
• Kaki : Flexi plantar, eversi.
• Jari : Flexi plantar.
1) Posisi awal : Maximal flexi dan exorotasi. Sub maximal adduksi sehingga tungkai menyilang mid line. Maximal dorsal flexi dan eversi dari kaki.
2) Hand grip : Distal hand, dengan lumbrical grip. Ibu jari di bawah sendi metatarsopalangeal. Lengan bawah menahan ankle dari sisi lateral. Proximal hand, lengan bawah supinasi tangan di sisi lateral/dorsal dari tungkai atas.
3) Strecth reflex : Distal hand bergerak ke arah dorsal flexi dan inversi. Proximal hand bergerak ke arah ekstensi-adduksi-eksorotasi dan elongasi.
4) Normal timing : Diawali dengan plantar flexi dan eversi, selanjutnya ekstensi-abduksi-endorotasi dari tungkai.
5) Aba-aba : “ Dorong !”
6) Body positioning dan mekanik : Selama berlangsung gerakan, terapis melangkah ke belakang, memindahkan berat badannya ke tungkai di belakang.
7) Posisi akhir : Gerakan maksimal pada kaki dan ankle. Gerakan submaksimal di persendian hip ke segala arah.
8) Perhatikan : Elongasi di awal posisi. Pada posisi akhir jangan terlalu banyak endorotasi (Lordose). Tahanan optimal diberikan di tungkai atas untuk extensi hip dan abduksi.
11. Extensi-Abduksi-Endorotasi dengan lutut fleksi.
• Pelvis : Depresi posterior.
• Hip : Extensi, abduksi, endorotasi.
• Lutut : fleksi.
• Kaki : Plantar fleksi dan eversi.
• Jari : Plantar fleksi.

1. Posisi awal : Maksimal fleksi dan eksorotasi dari hip. Submaksimal adduksi dari hip sehingga tungkai menyilang mid-line. Maksimal extensi dari lutut dan dorsal fleksi dan inversi dari kaki.
2. Hand grip : Distal hand, dengan lumbrical grip. Ibu jari di bawah sendi metatarso phalangeal. Lengan bawah menyangga ankle dari sisi lateral. Proximal hand, lengan bawah supinasi, tangan disisi lateral/dorsal dari tungkai atas.
3. Strecth reflex : Distal hand bergerak ke arah dorsal fleksi dan inversi serta extensi. Proximal hand bergerak ke arah fleksi-adduksi-exorotasi dan elongasi (melalui fiksasi dari lengan bawah di sisi lateral maleous).
4. Normal timing : Diawali dengan plantar fleksi dan eversi dari kaki. Selanjutnya secara bersamaan, lutut fleksi dan hip extensi-adduksi-endorotasi.
5. Aba-aba : “Tekuk lutut !”.
6. Body positioning dan mekanik : Selama berlangsung gerakan terapis memindahkan berat badannya ke belakang dan memutar tubuhnya sehingga punggungnya menghadap ke pasien.
7. Posisi akhir : Maksimal gerakan di kaki dan di ankle. Maksimal fleksi lutut. Maksimal gerakan di hip.

12. Extensi-abduksi-endorotasi dengan lutut extensi.
• Pelvis : depresi posterior.
• Hip : Extensi, abduksi, endorotasi.
• Lutut : Extensi
• Kaki : Plantar fleksi dan eversi.
• Jari-jari : Fleksi
1. Posisi awal : Maksimal fleksi hip, submaksimal adduksi hip dan exorotasi. Maksimal fleksi lutut, dorsal refleksi, dan inversi. Lutut menyilang mid-line. Tungkai bawah sejajar dengan mid-line.
2. Hand grip : Distal hand dengan lumbrical grip. Pangkal ibu jari di bawah sendi metatrsophalangeal. Proximal hand, di sisi lateral-dorsal dari tungkai atas dalam posisi supinasi.
3. Strecth reflex : Proximal hand mengulur dalam arah fleksi adduksi dan exorotasi. Distal hand mengulur dalam arah fleksi lutut (quadriceps), inversi dan dorsal flexi dari kaki.
4. Normal timing : Diawali dengan plantar fleksi dan eversi kaki. Kemudian secara berbarengan extensi dari lutut dan extensi-abduksi-endorotasi dari hip.
5. Aba-aba : “Luruskan !”
6. Body positioning dan mekanik : Terapis memposisikan tungkainya yang dekat dengan meja terapi ke depan. Selama berlangsung gerakan, terapis melangkah ke belakang dan memindahkan berat badannya ke tungkai yang di belakang.
7. Posisi akhir : Full ROM untuk kaki dan ankle. Submaksimal ROM di hip untuk segala arah.
8. Perhatikan : Pada posisi akhir jangan terlalu banyak endorotasi. Pelihara tahanan optimal untuk tungkai atas pada gerak extensi hip dan abduksi selama gerakan berlangsung.
Patron tungkai dengan berbagai posisi
1. Fleksi-abduksi-endorotasi dengan lutut extensi dalam posisi duduk.
2. Extensi-adduksi-exorotasi dengan lutut fleksi dalam posisi duduk.
3. Fleksi-adduksi-exorotasi dengan lutut extensi dalam posisi duduk.
4. Extensi-abduksi-endorotasi dengan lutut fleksi dalam posisi duduk.

Patron tungkai secara bilateral dalam posisi duduk dan tidur.
1) Bilateral simetris : Kedua tungkai bergerak dengan diagonal yang sama dan arah gerakan yang sama.
2) Bilateral simetris reciproc : Kedua tungkai bergerak dalam diagonal yang sama tetapi berlawanan arahnya.
3) Bilateral asimetris : Kedua tungkai bergerak dalam diagonal yang berbeda tetapi dalam arah yang sama.
4) Bilateral asimetris reciproc : Kedua tungkai bergerak dalam diagonal yang berbeda dan arah yang berlawanan.

Patron tungkai dengan posisi terlungkup dan tidur miring
Disini patronnya tidak berbeda dengan patron yang dilakukan dengan posisi terlentang. Tetapi pada posisi tidur tengkurep benar-benar tidak ada kemungkinan gerakan fleksi hip. Dengan posisi terlungkup bisa dilakukan kombinasi baik dengan lutut fleksi atau lutut ekstensi. Seringkali dalam posisi telungkup ini hanya patron extensi yang dikerjakan, patron fleksi jarang. Dengan posisi tidur miring, baik patron fleksi maupun patron extensi bisa dikerjakan. Pada posisi telungkup visuil feedback hilang.

Bilateral patron tungkai untuk tubuh.
Kita dapat mengerjakan patron tungkai secara bilateral. Dengan tujuan :
• Memfasilitasi gerakan badan
• Seperti patron tungkai, sama dengan tujuan simetris maupun asimetris patron tungkai

Patron tungkai bilateral untuk tubuh selalu dikerjakan sebagai patron asimetris. Dengan maksud untuk fasilitasi bagian bawah dari tubuh dengan memanfaatkan otot-otot tungkai yang kuat :
1) Fleksi tubuh bagian bawah
2) Extensi tubuh bagian bawah

PNF pada penderita stroke (satu contoh kasus).
Stroke merupakan gangguan sistim cerebro vasculaer yang dapat mengakibatkan kelumpuhan. Disini akan dijelaskan secara singkat seberapa jauh peranan PNF pada penderita stroke.
Mengenai basis dan filosofi serta tehnik tehnik PNF telah dijelaskan secara singkat di depan.
Adapun tujuan-tujuan PNF secara umum pada kasus stroke al :
a) Menimbulkan atau meningkatkan tonus postural.
b) Memperbaiki tonus postural.
c) Memperbaiki koordinasi gerak.
d) Mengajarkan kembali pola gerak yang benar.
Assesment .
Assesment merupakan faktor yang sangat penting sebelum terapis melakukan tindakan lebih lanjut, yang al :
a) Bagaimana reaksi pasien terhadap rangsangan visual, pendengaran, tactiel.
b) Apakan grup agonis lebih atau kurang mengalami gangguan dibanding grup antagonis.
c) Adakah dominasi sikap kearah flexi atau extensi.
d) Bagaimana mobilisasi, panjang otot, stabilisasi.
e) Observasi juga sikap dan reaksi keseimbangan.
f) Bagaimana reaksi pasien terhadap perubahan posisi atau bila pasien melakukan suatu gerakan.
Rencana Terapi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan terapi, yaitu :
a) Pemilihan posisi yang tepat.
b) Pemilihan patron yang tepat sesuai dengan problem dan tujuan.
c) Pemilihan tehnik yang tepat sesuai dengan problem dan tujuan.
d) Intensitas dan dosis.
e) Kemungkinan penggunaan matras dan alat bantu lain.
Pelaksanaan.
1. Flaccid.
 Slow Reversal bagi bagian badan dan anggota yang sehat untuk mencapai irradiatie atau overflow pada bagian tubuh yang lemah.
 Rythmic Initiation dengan maksud mengenalkan kembali gerakan.
2. Pada keadaan dimana anggota tubuh yang lemah menampakan tonusnya.
 Latihan dengan tehnik seperti diatas (no.1) dilakukan terus dengan maksud mengembangkan tonus yang sudah ada.
 Stretch Reflex bertujuan untuk : Mengajarkan kembali gerakan, mencegah kekakuan, memperbaiki mobilisasi, menambah kekuatan otot.
 Timing for Emphasis, bertujuan untuk : Menambah kekuatan otot dalam gerakan satu patron, meningkatkan mobilisasi.
 Stabilisasi pada posisi yang memungkinkan, dimulai dari arah yang kuat.
 Repeated contraction, dengan tujuan untuk menurunkan tonus postural pada otot-otot antagonisnya. Latihan dapat diteruskan dengan tehnik Rythmic Iniitiation untuk mencapai gerakan dengan pola yang benar.
 Ritmis Stabilisasi : Pada keadaan ini stabilisasi banyak ditujukan untuk menurunkan tonus postural, maka aproximasi dilakukan dengan tumpuan/menyangga berat badan selain aproximasi yang dilakukan dengan tangan.

4 Responses to PNF Bagian 2

  1. roesbagyo berkata:

    salam dan maju terus

    • herdinrusli berkata:

      Slam Balik untuk Bapak dan merupakan suatu kehormatan blog ini dikunjungi Pengurus teras IFI pusat,Saya dan teman-teman IMFI (Ikatan Mahasiswa fisioterapi Indonesia) mohon agar kami kiranya bisa dibimbing

  2. lani berkata:

    numpang copy mas soalnya materi soal PNFku hilang entah kemana.Blog mas sangat membantu.TKS

  3. ziemaa berkata:

    ijin copas ya…. makasi..

Tinggalkan komentar